Tepo Seliro..Unggah-Ungguh..Toto Kromo..Sopan Santun..Andap Asor..Toleransi..Tenggang Rasa dan Budi Pekerti
PERLINDUNGAN KONSUMEN WAJIB DI LAKUKAN SESUAI UU NO 8 TAHUN 1999, UU NO 42 TAHUN 1999, PER.KAPOLRI NO 8 TAHUN 2011 FIF SANGAT TIDAK PATUH TERHADAP ATURAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, FIF TIDAK PERNAH MAU MENGIKUTI ATURAN DAN HUKUM DI WILAYAH RI HAK-HAK KONSUMEN BANYAK YANG TIDAK DIPENUHI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DI SIDOARJO MAYORITAS LEMBAGA PEMBIAYAAN RAMAI-RAMAI KEMPLANG PAJAK, PEMERINTAH DIAM SAJA PEMERINTAH SUDAH TIDAK LAGI MELAKSANAKAN PANCASILA, UU'45 DAN GBHN RAKYAT WAJIB MENDAPATKAN HAK HIDUP YANG LAYAK, SESUAI AMANAT PADA PEMBUKAAN UUD'45 SBY SUDAH LUPA TERHADAP JATI DIRI SEBAGAI BANGSA INDONESIA KEMENGANAN JOKOWI-AHOK ADALAH KEMENANGAN GERINDRA DAN PRABOWO JOKOWI-AHOK BERSIAP MENGHADAPI PARA PELAKU USAHA YANG SULIT DI ATUR

Sabtu, 29 Desember 2012

Perampasan Kendaraan Marak, Peraturan Kapolri ‘Mandul’


Berdasarkan Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2011, tanggal 22 Juni 2011 tentang pengamanan eksekusi terhada obyek jaminan fidusia agaknya ‘dilecehkan’ oleh lembaga pembiayaan (Leasing). Buktinya, banyak debt collector yang seringkali melakukan tindakan yang tidak prosedural alias seenaknya sendiri.

Padahal, eksekusi obyek jaminan fidusia dapat dilakukan jika memenuhi syarat, seperti ada permintaan dari pemohon, memiliki akta jaminan fidusia, jaminan fidusia terdaftar pada kantor pendaftaran fidusia, memiliki sertifikat jaminan fidusia dan jaminan fidusia berada di wilayah negara Indonesia.

“Kalau situasi ini dibiarkan oleh Polri, maka bisa dimungkinkan terjadi perang antar kelompok di masyarakat,” papar Romi SH, Tim Penasihat Hukum Ormas Sundawani di Bandung Barat, Rabu (3/10/2012).

Romi mendesak agar Polri juga dapat bertindak profesional. “Kami berharap Perkap (Peraturan Kapolri-red) jangan mandul. Karena, Polri sudah ‘tutup mata’ melihat maraknya perampasan obyek jaminan fidusia,” tegas Romi.

Sebelumnya, seorang wanita paruh baya bersama temannya dipaksa turun dari mobil yang ditumpanginya. Gerombolan debt collector dengan mengendarai mobil Honda Jazz dan 4 motor memepet mobil yang ditumpangi para wanita itu. “Di depan Apartemen Mutiara dekat Tol Bekasi Barat hari Selasa (2/10/2012) pukul 21.00 WIB, kami dipaksa turun dan dibiarkan begitu saja oleh gerombolan collector ACC,” kata Juita, warga Bandung Barat kepada LICOM.

Juita mengatakan, dirinya meminjam mobil yang masih dalam proses penyelesaian pembayaran cicilan alias tertunggak. “Untuk mengurusi kerjaan di Bekasi, kami ke Bekasi di hari itu. Dan di malam itu, kami benar-benar merasa diperlakukan secara tidak manusiawi,” jelas Juita.

Juita dan temannya terpaksa menyewa taksi untuk bisa kembali pulang ke Bandung Barat. “Jam 2 pagi, saya baru bisa sampai di rumah,” tegasnya.

Sementara, sumber LICOM menyebutkan, jika konsumen nunggak membayar cicilan hingga beberapa bulan, biasanya leasing menurunkan debt collector untuk menagih konsumen agar membayar. Namun, dalam proses ini biasanya debt collector sudah tidak lagi menagih pembayaran hutang, tetapi berusaha mengambil kendaraan yang dibeli oleh konsumen. Ada dugaan, para debt collector tersebut bukan karyawan finance, tetapi tenaga lepas yang dibayar apabila berhasil menyita kendaraan milik konsumen.

Tragisnya lagi, jika konsumen bisa membayar biasanya finance mengenakan biaya tambahan guna membayar debt collector tadi. Biaya tersebut biasanya disebut ganti biaya tarik, biaya pick up, pinalti atau istilah-istilah lain tergantung finance.

“Dalam melakukan kegiatannya debt collector sering bertindak seperti preman agar konsumen membayar ataupun menyerahkan kendaraannya, seperti merampas, menteror, merusak, memaki ataupun cara-cara premanisme lainnya,” jelas sumber yang enggan disebutkan namanya.

www.lensaindonesia.com 

1 komentar:

itu benar.....yang lebih lagi para sarjana yang gak mau memahami atauran hukum dinegara ini juga bodoh....mau jadi antek-anteknya finance dengan cara-cara kekerasan...

Posting Komentar