| |||||||
Alkisah pada masa lalu Ranah Minangkabau mendapat ancaman serangan
dari kerajaan yang kuat dari daerah Jawa. Untuk menghindari pertempuran
fisik yang pasti banyak memakan korban, orang Minangkabau melakukan
diplomasi dan mengusulkan agar peperangan tersebut diganti dengan adu
kerbau. Usul tersebut disetujui oleh raja dari Jawa, kemudian
dikirimlah kerbau yang besar dan perkasa.
| |||||||
Suatu siang di sebuah kawasan di Ranah Minang. Puluhan warga memadati
arena pertandingan. Di tengah lapangan, dua ekor kerbau kekar saling
berhadapan. Mereka akan diadu untuk ditetapkan sebagai sang juara.
Itulah sepintas adu kerbau yang menjadi budaya turun-temurun masyarakat
Minangkabau, Sumatra Barat. Budaya warisan leluhur yang telah
berlangsung ratusan tahun itu sampai kini masih dijaga dengan baik oleh masyarakat Minang.
Alkisah pada masa lalu Ranah Minangkabau mendapat ancaman serangan dari kerajaan yang kuat dari daerah Jawa. Untuk menghindari pertempuran fisik yang pasti banyak memakan korban, orang Minangkabau melakukan diplomasi dan mengusulkan agar peperangan tersebut diganti dengan adu kerbau. Usul tersebut disetujui oleh raja dari Jawa, kemudian dikirimlah kerbau yang besar dan perkasa. Dari Minangkabau disiapkan anak kerbau tetapi yang kehausan dan di tanduknya dipasang taji. Suku Minangkabau memang mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan hewan ternak berkaki empat yang disebut kerbau. Itu antara lain terlihat pada berbagai identitas budaya Minang, seperti atap rumah tradisional mereka (Rumah Bogonjong). Rumah adat yang kerap disebut juga Rumah Gadang itu berbentuk seperti tanduk kerbau. Begitu pula pada pakaian wanitanya (Baju Tanduak Kabau). Sudah beratus-ratus tahun lamanya kerbau menjadi salah satu hewan terfavorit di Provinsi Sumbar. Badan kerbau yang besar dan kekar dianggap mampu membantu berbagai macam pekerjaan manusia. Salah satu pekerjaan kuno yang dikerjakan dengan bantuan tenaga kerbau adalah menggiling tebu. Dengan alat sederhana, sang kerbau diikat di sebilah bambu yang terhubung pada alat pemeras tebu tradisional. Selama delapan jam bekerja, sang kerbau terus-menerus berputar mengelilingi alat pemeras. Uniknya, agar sang kerbau tidak pusing kepala, mata hewan itu ditutup dengan dua buah batok kelapa yang dilapisi kain. Air tebu hasil perasan sang kerbau itulah yang kemudian menjadi cikal bakal pembuatan gula merah tradisional. Masyarakat Minang percaya gula merah hasil kerja keras sang kerbau lebih gurih ketimbang dari alat modern. Saat dimulai pertarungan, ketika anak kerbau yang masih kecil itu menoleh ke kerbau dari Jawa, serta merta menyeruduk perut lawannya yang dikira ibunya dan menikam kerbau dari Jawa hingga mati. Raja Jawa mengakui kemenangan ini dan akhirnya mengurungi niatnya untuk menyerang Minangkabau. Sejak itulah orang Minangkabau konon memakai nama Minangkabau yang berarti Menang Dalam Pertandingan Kerbau sebagai identitas budayanya. | |||||||
Dari sisi sejarah, hewan kerbau bagi suku besar di Sumbar ini telah
mengantarkan kejayaan mereka di masa silam. Konon, dahulu kala karena
bantuan kerbau-lah masyarakat di Sumbar menang perang melawan suku
Jawa. Akhirnya sampai sekarang mereka menamakan dirinya sebagai suku
Minangkabau. “Jadi perang tak berakhir juga, jadi kami usulkan untuk
adu saja kerbau.
Oleh pihak penyerang dicarilah kerbau yang terbesar di daerahnya ditempatkan di tengah ladang. Orang sini hanya anak kerbau yang sedang menyusu. Karena kerbau yang sudah dua hari tak minum susu, dia lari mengejar susu ibunya. Jadi perut kerbau besar itu robek dan dia lari,” kisah Datuk Bandaro Panjang, pemuka adat. Kisah sang kerbau ternyata tak hanya menjadi legenda semata. Hingga kini pasar ternak di Sumbar pun lebih banyak menjual kerbau ketimbang sapi. Sistem penjualan ternak orang Minang pun cukup unik. Berbeda dengan pasar sayur tradisional di pasar ternak ini tidak akan terdengar sepatah kata pun antara sang penjual dan pembeli. Transaksi yang berlaku hanya menggunakan tangan. Jari-jari tangan dipakai sebagai alat perhitungan harga jual ternak yang akan dibeli. Badan padat, kaki kekar dan mata tajam. Itulah ciri khas Si Borgol, kerbau kesayangan Kati Sutan, petani Ranah Minang. Bagi Kati Sutan, memiliki kerbau seperti Borgol ibarat memiliki harta yang sangat berharga dan juga kehormatan. Borgol bukanlah sembarang kerbau. Ia seekor kerbau aduan yang sudah menang lima kali pertandingan. Karena kehebatan itulah, hewan tersebut kemudian mendapat gelar borgol yang berarti kuat mengunci lawan. Tak hanya untuk hobi semata, kesenangan Kati Sutan mengikuti adu kerbau juga untuk meneruskan tradisi budaya Minangkabau. Ketangguhan Si Borgol yang sudah lima kali memenangkan pertandingan itu membuat Kati Sutan terkenal di kampungnya. Setelah berumur dua tahun, kerbau yang memiliki potensi sebagai aduan biasanya mulai dilatih oleh pemiliknya. Kali ini, Borgol pun akan dilatih untuk mempersiapkan kekuatan fisiknya menjelang pertandingan. Calon lawan tanding latihan harus sesuai berat tubuh Si Borgol. Sebab jika tidak imbang, latihan tarung itu akan percuma. | |||||||
Latihan tarung kerbau paling lama dilakukan selama satu jam. Setelah
yakin akan kekuatan Borgol, latihan tarung dihentikan. Kati Sutan
sangat yakin kerbaunya akan menang kembali. Dalam adu kerbau tak hanya
kekuatan kerbau yang menjadi andalan. Pemilik kerbau juga harus meminta
jampi-jampi kepada dukun kerbau agar menang dalam pertandingan.
Seusai latihan tarung, Kati Sutan pun meminta seorang dukun kerbau untuk menjampi-jampi Si Borgol. Seperti pertandingan sebelumnya, Kati Sutan meminta bantuan Sutan Marajo, dukun adu kerbau yang terkenal di kampungnya. Sang dukun membawa sejumlah bahan-bahan alam untuk membuat jamu andalan bagi Si Borgol. Bahan-bahan alam yang terdiri dari jahe, temulawak, lada dan daun-daunan alam lainnya mulai diracik. Di atas api besar, jamu-jamuan itu disangrai hingga gosong. Sementara keluarga Kati Sutan pun ikut membantu. Bahan lain untuk campuran jamu, seperti telur bebek, air jeruk nipis, minuman suplemen dan satu botol bir hitam turut disiapkan. Setelah semua bahan siap, Sutan Marajo pun mulai membacakan mantera dan membakar kemenyan. Ia berdoa agar kerbau yang dijampinya dapat memenangkan pertandingan. Jampi-jampi pun dicampur ramuan. Setelah itu, ramuan kemudian ditempatkan di selembar daun yang keesokan harinya akan diberikan kepada Si Borgol. Keluarga Kati Sutan pun lantas mempersiapkan Borgol sang jagoan untuk diadu keesokan harinya. Hari pertandingan pun tiba. Kati Sutan mulai bersiap-siap. Namun sebelum berangkat ke arena pertandingan masih ada sejumlah ritual yang harus dilakukan sang dukun, yakni meruncingkan tanduk milik Si Borgol. Tanduk merupakan salah satu bagian tubuh kerbau yang paling mudah untuk melukai lawan. Karenanya harus dibuat setajam mungkin. Dengan sebilah pisau Sutan Marajo menajamkan tanduk Si Borgol. Kini tanduk sang kerbau telah tajam laksana pedang. Ritual pun dilanjutkan. Seperti layaknya manusia, Borgol harus mandi dahulu sebelum maju ke arena pertarungan. Sambil membalurkan air ke tubuh Borgol, Sutan Marajo merapalkan jampi-jampi ajiannya agar jagoan Kati Sutan ini kuat melawan musuh. Sesudah acara mandi selesai, sang dukun memberikan ramuan jampi-jampinya yang dibuat kemarin sore. Tanpa melawan Borgol pun kemudian memakan ramuan sang dukun dengan lahapnya. Tak lupa tubuh tegap Borgol pun dibaluri lumpur dan jelaga agar terlihat gagah. Kini seluruh persiapan telah usai dilaksanakan. Borgol sang jagoan sudah tak sabar bertemu lawan tandingan. | |||||||
Siang itu di bawah sinar matahari, Borgol dilepas dari kandangnya.
Bak seorang jagoan, dengan gagahnya Borgol berjalan keliling kampung
menuju arena pertandingan. Letak arena pertandingan sekitar tujuh
kilometer dari desa Kati Sutan. Namun ditemani sang dukun Sutan Marajo,
Borgol tak gentar berjalan. Bahkan sesekali, kerbau kekar itu mulai
berlari seakan tak sabar untuk bertemu sang penantang.
Akhirnya sampai juga Borgol di lokasi pertandingan. Rupanya sang lawan telah menunggu di pojok arena. Lawan tangguh Borgol tersebut berasal dari desa tetangga. Berbeda dengan Borgol yang sudah ikut lima kali pertandingan, lawannya justru baru kali ini maju ke arena adu kerbau. Satu per satu penonton mulai berdatangan ke arena. Dengan tarif yang cukup murah, penonton dapat memilih tempat yang paling nyaman di sekeliling gelanggang. Awalnya adu kerbau dilakukan untuk mempertahankan tradisi suku Minangkabau. Sayang belakangan acara adu kerbau justru dimanfaatkan para penontonnya untuk bertaruh atau berjudi. Begitu pula dalam pertandingan Borgol. Dan Borgol-lah yang dijagokan. Hampir seluruh penonton bertaruh Borgol sang jagoan akan memenangkan pertandingan. Saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dua kerbau aduan dibawa ke tengah lapangan. Dan tanpa menunggu aba-aba lagi, kedua kerbau langsung saling mengejar. Tak disangka, Borgol yang dijagokan justru lari terbirit-birit menghindari lawan. Adu kerbau kali ini ternyata tak berjalan lama. Hanya dalam sekejap, Borgol menyerah kalah dan lari tunggang langgang ke luar arena. Para penonton pun pulang dengan penuh kekecewaan. Borgol sang jagoan ternyata tak mampu mempertahankan gelarnya. Rona kecewa juga terpancar di wajah Kati Sutan. Kekalahan Borgol seakan kehilangan kehormatan bagi keluarga Kati Sutan. |
0 komentar:
Posting Komentar